Dalam Satu Hari : Rindu

Maylene Cantata
3 min readSep 8, 2020

Bagi orang-orang yang mudah homesick, baru 5 hari meninggalkan rumah saja sudah seperti setahun rasanya, ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan kembali bertemu dengan keluarga.

Tapi itu berbeda bagiku.

Tidak pernah ada rasa rindu ataupun ingin kembali saat bepergian pada saat itu, selalu kurang saja rasanya. Senang? Tentu. 5 hari tidak akan pernah cukup, apalagi yang hanya sehari pulang pergi. Selalu ada saja keinginan untuk tinggal di sana lebih lama lagi, tanpa memikirkan rasa homesick atau rindu rumah.

Sudah 8 bulan sejak kepergianku dari negara asalku menuju ke Taiwan, tempatku menuntut ilmu di perguruan tinggi di sana.

Banyak yang terjadi selama 8 bulan itu, aku mencicipi berbagai rasa masakan di Taiwan yang sebagian besar cita rasanya tidak sekuat seperti di Indonesia, membuatku merasa makanan itu hambar, tidak ada rasa.

Apalagi soal uang, aku sangat berbeda dalam memanage uangku selama di sini. Berhubung di dorm nggak bisa masak dan aku sendiri nggak bisa masak, aku selalu membeli makanan di luar yang mungkin sudah terasa dingin di malam hari.

Saat tidur, aku harus memikirkan biaya kartu AC yang lebih cepat habis pada saat musim panas, belum lagi teman kamar yang mungkin tidak suka AC atau mungkin yang suka memboros-boroskan kartu AC itu.

Terlebih lagi saat pindahan dorm, barang-barang yang begitu banyak dan aku harus membereskan semuanya sendiri, masuk dalam koper, secukup mungkin, tidak boleh menghabiskan tempat, dan juga harus mengangkat koper-koper yang berat itu.

Hari itu aku berpikir, seandainya saja aku sekarang berada di rumah, aku dapat merasakan masakan rumah yang masih panas dan hangat di rumah, tanpa mengeluarkan sepeser uang pun. Nggak perlu lagi berpikir teman kamar yang nggak suka AC atau nggak tau diri, karena kamar itu sepenuhnya milikku, bukan milik 4 orang lagi.

Soal rasa? Nggak usah ditanya lagi. Masakan itu pasti akan berasa hangatnya rumahku saat itu, meskipun kadang masakan Papa nggak enak dan aku harus tetap memakannya secara dia sudah bersusah payah membuatkannya untukku. ‘Ayam Teriyaki Yoshinoya’ katanya, yang rasanya bahkan nggak mendekati sama sekali.

Ingin tertawa kadang saat mengingatnya.

Pernah juga saat aku membantu temanku mengelap meja dan kursi belajarnya yang mungkin sudah setahun lamanya tidak pernah ditempati, dia tiba-tiba berkata, ‘Lu ngerasa ga sih? Saat-saat kayak gini lu berharap ada Mama yang bantuin lu’. Aku pun hanya tersenyum kecut, tidak menjawab apa-apa, karena aku tau itu benar meskipun aku tidak mau mengakuinya secara langsung.

Memang ironis rasanya.

Saat masih di negara asalku, aku selalu memikirkan ‘Habis ini pergi ke mana ya?’ seakan-akan tidak betah berada di rumah. Tetapi begitu dihadapkan dengan kesempatan untuk dapat pergi ke tempat yang lebih jauh dan lebih lama lagi, aku malah ingin cepat-cepat kembali ke rumah.

Saat itulah aku sadar bahwa aku rindu hangatnya rumahku, di balik kemarahan, teguran, yang pernah aku rasakan di rumah, aku tahu bahwa kasih sayang merekalah yang membuatku bertahan hingga saat ini.

Love your family guys! Karena terkadang jarak mengubah segalanya :)

--

--